SUMBAWA BARAT, buserbimantb.com - Mengambil sebuah contoh dari cerita rakyat bangsa Thailand, di abad pertengahan. Dimana dalam cerita rakyat bangsa Thailand, ending atau kesimpulan dari setiap cerita tidak pernah disampaikan. Bangsa Thailand mengajarkan generasinya bahwa setiap anak bangsa, dituntut menulis cerita hidupnya sendiri serta membuat ending dan kesimpulannya sendiri.
Setidaknya, falsafah ini, yang mungkin menjadi pegangan hidup seorang Fud Saifuddin. Lahir, di Taliwang, 11 Maret 1975 lalu. Fud muda berangkat merantau menuntut ilmu di Jombang, sebuah Kabupaten berpengaruh di Indonesia. Bagaimana tidak, Jombang adalah pusat kelahiran organisasi terbesar di Indonesia yakni, Nahdlatul Ulama (NU).
Nahdlatul Ulama (NU, bahasa Arab: نَهْضَةُ الْعُلَمَاءْ, translit. nahḍatul 'ulamā', har. 'Kebangkitan Ulama';) adalah organisasi keagamaan Islam asal Indonesia yang didirikan oleh Hasyim Asy'ari, kepala Pondok Pesantren Tebuireng dari Jombang, Jawa Timur. (Wikipedia)
Di Jombang, Fud muda menempuh pendidikan di Universitas Darul Ulum tahun 1994-2000. Di Kabupaten tempat berdirinya NU itu, Fud Saifuddin muda, terbiasa dengan tradisi NU. Ia mengenal dunia politik mulai dari kampus. Disana, ia terpilih menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) 1997. Menarik sekaligus mencengangkan, berselang dua tahun, Fud malah terpilih menjadi anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dalam Pemilu Legislatif (Pileg) Kabupaten Jombang, tahun 1999. Dimana anggota Panwaslu harus memiliki pengetahuan tentang lembaga politik, hukum dan stabilitas politik disebuah daerah.
Pencetus dan Mengubah Peta Politik Kepimpinan Sumbawa Barat
Bekal pengalamannya bertarung pengaruh di tanah rantau, Fud Saifuddin, kembali menjadi aktifis pertengahan tahun 2000 dengan tergabung dalam NGO. Barulah pada tahun 2004, Fud Saifuddin lolos dalam seleksi pemilihan Komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sumbawa Barat 2004 hingga 2009. Ia bahkan menduduki jabatan sebagai ketua KPUD setempat.
Tak berselang lama pula, Fud Saifuddin lagi lagi terpilih sebagai anggota DPRD dalam pemilu Legislatif 2009 dari Partai Demokrasi Pembaruan (PDP). Bahkan berlanjut menjadi wakil ketua DPRD dari partai berbeda di pemilu berikutnya. Ia duduk di parlemen mewakili rakyat dari Partai Bulan Bintang (PBB).
Penulis mencermati, dalam sejarah Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada), Fud Saifuddin satu satunya politisi yang berhasil meretas jalan buntu, dimana politisi parlemen tidak memiliki tempat mengikuti Pilkada. Sejak sejarah Pilkada Sumbawa Barat, tahun 2005 silam, pasangan calon yang masuk bursa justru hanya berlatar belakang ulama dan birokrasi. Di pemilu tahun 2016, Fud Saifuddin berhasil meretas jalan buntu itu dan terpilih menjadi wakil Bupati dua periode 2024 ini.
Fud Saifuddin, anggota parlemen pertama yang menduduki jabatan eksekutif tertinggi kedua di Kabupaten Sumbawa Barat. Sumbawa Barat sendiri berdiri pada tahun 2003. Kala itu, kekuatan ulama dan birokrasi masih mendominasi kepemimpinan daerah. Kemampuan lobi serta determinasi politik Fud Saifuddin setidak membuka asa serta merubah peta politik kepemimpinan Sumbawa Barat dimasanya.
Fud berhasil menunjukkan bahwa Kepimpinan yang kuat juga lahir dari Parlemen Sumbawa Barat. Berkat tangan dingin serta kemampuan sosok Fud Saifuddin lah, kini tradisi kekuatan parlemen kembali muncul dalam bursa calon kepemimpinan kepala daerah Sumbawa Barat pada Pilkada 2024 ini. Dr. Akheruddin Sidik, politisi anggota DPRD terpilih partai Gerindra kini ditarik masuk Fud Saifuddin menjadi calon wakil bupati mendampinginya.
Potret Fud Saifuddin muda, saat memimpin diskusi Kampus, Jombang, Jawa Timur.
Sosok Kontroversi dan Kenyang Kritik
Saat kepemimpinannya sebagai Wakil Bupati periode 2016-2021, Fud Saifuddin dikenal sebagai politisi yang tangan besi. Penulis bagian dari sejarah perjalanan karir Fud Saifuddin mengikuti langsung, bagaimana narasi dan diksi dalam pidato pidato nya, yang justru memicu sentimen. Pidatonya yang keras dan viral saat itu, ketika dia menjadi inspektur upacara dan mengancam ASN dan honorer akan bernasib tragis diujung penanya.
Dia akan pergi, saya akan datang memimpin Sumbawa Barat, sebuah pernyataan tajam juga menjadi bahan perdebatan yang kontoversial di publik. Hubungannya dengan Bupati, H.W.Musyafirin hingga soal ASN yang dia sebut tak boleh jadi provokator atau penghasut hubungannya dengan Bupati. Ia menekan, ASN harus profesional mengawal pemerintahan hingga masa bhakti selesai, bukan justru menghasut.
Yang terbaru, pernyataan kontroversinya, yang menyebut, ada orang luar yang ingin merebut kehormatan dan martabat Sumbawa Barat. Kami tidak akan membiarkan itu, kutip pernyataan Fud Saifuddin. Pernyataan inipun menjadi viral dan membuat pesaingnya ketar ketir dan panik. Penulis menilai, pernyataan tersebut merupakan, argumentasi politis yang memotret gambaran situasi di grassroad atau di masyarakat akar rumput. Bukan rasis apalagi subyektifitas etnis. Namun lebih pada siapa tokoh yang paling punya riwayat berkontribusi paling besar untuk Sumbawa Barat sejak ia lahir hingga berkarir.
Hujan kritikan tersebut justru menurut penulis disikapi proporsional bukan dengan sentimen. Sebab ia faham betul kritikan biasa dalam demokrasi. Kadang perbedaan pandangan antara dirinya dengan Bupati soal kebijakan, ia sikapi dengan proporsional pula. Tenang dan stabil. Ini bisa dilihat dari sedikit sekali situasi perang terbuka antara dirinya dengan Bupati dihadapan publik. Semuanya, ia kelola dengan proporsional.
Penganut Politik Jalan Tengah dan Pro Rakyat
Meski dengan segala kontroversinya, Fud Saifuddin adalah sosok politisi yang memiliki naluri petarung kuat dan tangguh. Ia tidak segan segan menunjukkan gesture siap bersaing ketat dengan lawan politiknya. Dua kali pemilu legislatif dan partai berbeda, Fud sebagai elit partai, berani menunjukkan penetrasi politik dengan terjun ke simpul simpul massa dan mengatakan kepada seluruh kader partai untuk tidak takut kalah dengan kekuatan parpol penguasa lainnya.
Meski kondisi politik Pileg saat itu, posisinya dibawah tekanan 'imprialisme' partai merah, ia menunjukkan superioritas politik dengan mampu meraup tiga kursi di parlemen. Keberhasilan itu dia buktikan justru saat memimpin langsung kepengurusan partai Nasional Demokrat (Nasdem) besutan Surya Paloh itu.
Meski petarung, bukan berarti Fud Saifuddin tidak terukur. Dalam masa masa pencalonannya jadi Bupati Sumbawa Barat, penulis menilai, Fud Saifuddin justru menawarkan sikap politik jalan tengah. Memahami jalan fikiran oposisi anti rezim dan yang masih pro rezim. Sikap politik jalan tengah itu tergambar dalam narasinya, yang melanjutkan apa yang menjadi kebijakan pro rakyat, seperti menggratiskan pajak bumi dan bangunan. Namun meniadakan pungutan atau tabungan bantuan bariri tani, nelayan dan pedagang bakulan. Program itu tetap dilanjutkan, namun tidak memberatkan rakyat.
Narasi politik ini, dipandang sebagai langkah proaktif dirinya dalam memberikan gambaran kepada masyarakat, bahwa program yang menyentuh dan menguntungkan rakyat tetap dilanjutkan namun yang merugikan rakyat dan memicu munculnya ketidak Adilan akan dihentikan dan diganti. Sikap ini juga menurut penulis dipandang sebagai, antitesa dari politik 'Central' atau terpusat yang selama ini dipraktikan rezim. Ia ganti dengan Bale musyawarah merata diseluruh wilayah.
Mewarisi Khittah NU dan Politik NU
Sebagai aktivis yang dibesarkan dalam tradisi santri kultural NU. Fud Saifuddin terbiasa dengan dialektika ditubuh NU. Pada Muktamar NU ke 27 tahun 1984 di Situbondo, Jawa Timur, para sesepuh NU sepakat, bahwa sikap politik NU dikembalikan kepada Khitah, atau landasan berfikir, pandangan, bersikap dan bertindak. Berdasarkan Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja) bangsa Indonesia. (Ditulis Anul Rafiq, Dosen dan Abdi Al Ribath Al Hadi Ponpes Bahrul Ulum, Jombang)
NU tidak terafiliasi dari partai politik manapun atau lembaga sosial dan keagamaan manapun. NU berdiri sendiri serta mengaplikasikan hak politik dan sikap politik kader NU secara mandiri. Begitulah aktualisasi Khitah NU tadi. Pemahaman itu diartikan luas Fud Saifuddin dalam pandangan politiknya. Itu juga yang memungkinkan ia sosok yang menerima semua kalangan. Memiliki wawasan politik di Indonesia yang tidak membedakan suku, ras, agama serta golongan di Sumbawa Barat.
Cara pandang dan berfikir, pengalaman dan pandangan politik jalan tengah bagi semua kepentingan inilah yang diharapkan dari sosok Fud Saifuddin mampu membawa masa keemasan kepemimpinan Sumbawa Barat kedepan.
Penulis, Andy Saputra
Tentang Penulis :
Mantan wartawan senior Sumbawa-Sumbawa Barat.
Berkarir sebagai Kontributor PSO Lembaga Kantor Berita (LKBN) Antara dan pemilik perusahaan pers media online.
BB Andy Saputra KSB