Yogyakarta –Media
Buser Bima - Pengadilan Negeri (PN)
Yogyakarta hari Selasa (17/03/2020) kembali menggelar sidang perkara nomor
49/Pid.Sus/2020/PN Yyk, kasus penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo), Ir Soegiharto
Santoso alias Hoky yang juga wartawan senior sekaligus merupakan Wakil Pimpinan
Redaksi (Wapemred) Media Digital Online Info Breaking News dengan terdakwa Ir.
Michael Santosa Sunggiardi seorang pengusaha komputer dan pakar teknologi
informasi serta dosen dibidang teknologi informasi.
Agenda
sidang kali ini adalah mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fora
Noenoehitoe SH atas eksepsi penasihat hukum terdakwa, dimana dihadapan Majelis
Hakim yang diketuai Lilik Suryani SH MH, pihak JPU menyatakan tidak sependapat
dengan apa yang disampaikan penasehat hukum terdakwa dalam eksepsinya. Menurut
JPU Fora Noenoehitoe SH, UU ITE tidak mengenal asas teritorial.
Ia juga
menyatakan, dakwaan yang dibuat sudah jelas dan tidak kabur. JPU menilai
terdakwa telah melakukan perbuatan penghinaan dan pecemaran nama baik dengan
cara sadar serta sengaja turut berkomentar menanggapi tulisan penghinaan dan
pencemaran nama baik terhadap saksi korban Hoky.
Untuk itu
JPU memohon kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan sela dengan amar
putusan; “Menolak nota keberatan eksepsi penasehat hukum terdakwa, Menerima
replik atau tanggapan JPU, Menyatakan surat dakwaan JPU telah sah dan benar
menurut hukum, Menyatakan persidangan atas nama terdakwa Ir. Michael Santosa Sunggiardi
dapat dilanjutan dengan memeriksa saksi-saksi dan terdakwa.”
”Kami tidak
sependapat dengan eksepsi penasihat hukum terdakwa yang menyatakan Pengadilan
Negeri Yogyakarta tidak berwenang mengadili perkara ini,” tegas Fora
Noenoehitoe.
Kasus ini bermula
pada 2017 silam, bahwa pada tanggal 24 Maret
2017 pada saat terdakwa sedang berada dirumahnya di daerah Bogor Jawa
Barat, terdakwa mengomentari postingan dari Faaz Ismail yang telah divonis
penjara 3 bulan oleh PN Yogyakarta serta telah dikuatkan putusannya oleh
Pengadilan Tinggi Yogyakarta.
Dimana
isinya membicarakan atau mencemarkan nama baik saksi korban Ir. Soegiharto
Santoso alias Hoky di dinding Facebook
Group APKOMINDO dimana saudara Hoky juga menjadi anggota Grup tersebut dengan
mengatakan. “Sayang sekali sidang ini targetnya adalah soal kesalahan pemakaian
hak cipta, coba kalau kesalahan dan
kelakuan buruk terdakwa yang disebut Pak Faaz Ismail, saya bersedia
menjadi saksi tentang kelakuan yang tidak punya etika dari orang yang
disebut KUTU KUPRET tersebut.” sehingga
komentar dari terdakwa tersebut dapat diakses atau dapat dibaca oleh semua
anggota Group APKOMINDO.
Bahwa maksud
terdakwa memposting atau
berkomentar di dinding Fecebook Group
APKOMINDO tersebut adalah dalam rangka menambahkan postingan Faaz Ismail yang ada
di Akun Group APKOMINDO, dan ditujukan
kepada saksi korban Hoky atas kelakuannya terhadap Asisoasi Apkomindo
dari tahun 2000, serta Asosiasi
APKOMINDO DKI Jakarta yang dinilai
cenderung menghalangi (mengganggu) kegiatan yang
dilakukan APKOMINDO Jakarta
dimana Faaz Ismail selaku Sekjen
APKOMINDO DKI.
Bahwa
terdakwa berkomentar di Akun Group APKOMINDO merupakan tambahan
komentar dari komentar atau postingan
Faaz Ismail tentang bagaimana
saksi korban Hoky yang dianggap selalu
mengganggu kegiatan Asosiasi
karena kurang kerjaan.
Bahwa atas
komentar dari terdakwa yang diposting melalui Akun Group APKOMINDO tersebut di
atas, kemudian dapat diakses oleh beberapa orang yang masuk kedalam Group
APKOMINDO antara lain saksi korban Hoky, saksi Felik Lukas Lukmana Goei, saksi
Sogiyatno, dan saksi Rudy Dermawan Muliadi, sehingga dengan adanya
pendistribusian dan/atau pentransmisian dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik atas diri saksi korban Hoky
menjadi malu dan merasa dicemarkan nama
baiknya dengan penyebutan dirinya sebagai KUTU KUPRET.
Bahwa ketika
terdakwa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
tersebut, terdakwa tidak pernah meminta ijin terlebih dahulu,
sehingga saksi korban Hoky merasa dipermalukan dan dilecehkan nama baiknya oleh terdakwa melalui postingan
di Akun Group APKIMONDO tersebut yang dapat dilihat atau dibaca pihak lain yang
masuk dalam Group tersebut selanjutnya saksi korban Hoky pada tanggal 20 Juli 2017 mengadukan kepada pihak Polda
DIY hingga menjadi perkara ini.
Perbuatan
terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam pasal 45 ayat (3) jo pasal 27 ayat (3)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor
11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronika.
Terdakwa Ir.
Michael S Sunggiardi sendiri dikenal publik selain sebagai seorang bisnisman
dibidang komputer, juga dikenal sebagai akademisi/dosen disejumlah perguruan
tinggi swasta bahkan sebagai dosen IT, termasuk juga seringkali bertindak
sebagai pakar tehnologi dalam banyak event dan menjadi pembicara di
seminar-seminar bidang IT, namun kenyataannya sangat miris, yaitu justru
diadili karena melakukan perbuatan yang diduga keras sebagai pelanggaran Undang
undang ITE.
Sementara
pelaku penghinaan ketiga yakni Tersangka Rudy Dermawan Muliadi hingga saat ini
masih dalam proses tahap pemberkasan P21 dan akan menyusul kedua rekannya untuk
diadili di PN Yogyakarta.
Bahwa proses
hukum di organisasi Apkomindo ini memang panjang dan melelahkan, bahkan
sebelumnya saksi korban Hoky juga sempat mengalami proses kriminalisasi jilid
1, yaitu ditahan secara sewenang-wenang selama 43 hari di Rutan Bantul serta sempat kriminalisasi jilid 2, yaitu dijadikan
sebagai tersangka penganiayaan pasal 351 KUHP oleh Polres Bantul atas laporan
Faaz Ismail.
Proses hukum
panjang yang melelahkan ini masih terus berlangsung dan selalu dipantau oleh
teman-teman Hoky sesama jurnalis di Indonesia dan sidang dengan agenda putusan
sela di PN Yogyakarta akan dilaksanakan 2 minggu kedepan, yaitu tanggal 31
Maret 2020. (Redaksi)
Tim Media
Buser Bima